Nama/ NPM :
1. Biyan Adiputra/ 31415381
2. Haris Eko Setiawan/ 37415465
3. Indah Dwi Arista/ 33425331
4. Renaldi AR/ 35415741
Kelas :
3ID04
JURUSAN
TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
DEPOK
2018
PT Pertamina (Persero) adalah sebuah
BUMN yang dahulu bernama Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara
yang menempati urutan ke 122 dalam Fortune Global 500 pada tahun
2013. Pertamina adalah hasil gabungan dari perusahaan Pertamin dengan
Permina yang didirikan pada tanggal 10 Desember 1957.
Sebagai lokomotif perekonomian bangsa, Pertamina merupakan perusahaan
milik negara yang bergerak di bidang energi meliputi minyak, gas serta energi
baru dan terbarukan. Pertamina menjalankan kegiatan bisnisnya berdasarkan
prinsip-prinsip tata kelola korporasi yang baik sehingga dapat berdaya saing
yang tinggi di dalam era globalisasi.
Sejak didirikan pada 10 Desember 1957, Pertamina menyelenggarakan
usaha minyak dan gas bumi di sektor hulu hingga hilir. Bisnis sektor hulu
Pertamina yang dilaksanakan di beberapa wilayah di Indonesia dan luar negeri
meliputi kegiatan di bidang-bidang eksplorasi, produksi, serta transmisi minyak
dan gas. Untuk mendukung kegiatan eksplorasi dan produksi tersebut, Pertamina
juga menekuni bisnis jasa teknologi dan pengeboran, serta aktivitas lainnya
yang terdiri atas pengembangan energi panas bumi.Dengan pengalaman lebih dari
55 tahun, Pertamina
semakin percaya diri untuk berkomitmen menjalankan kegiatan bisnisnya secara
profesional dan penguasaan teknis yang tinggi mulai dari kegiatan hulu sampai
hilir.Berorientasi pada kepentingan pelanggan juga merupakan suatu hal yang
menjadi komitmen Pertamina,agar dapat berperan dalam memberikan nilai tambah
bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia.
A.
Masalah
Lingkungan dalam Pembangunan Pertambangan Energi
Menurut jenis yang
dihasilkan di Indonesia terdapat antara lain pertambangan minyak dan gas bumi ;
logam – logam mineral antara lain seperti timah putih, emas, nikel, tembaga,
mangan, air raksa, besi, belerang, dan lain-lain dan bahan – bahan organik
seperti batu bara, batu-batu berharga seperti intan, dan lain- lain.
Pembangunan dan pengelolaan
pertambangan perlu diserasikan dengan bidang energi dan bahan bakar serta
dengan pengolahan wilayah, disertai dengan peningkatan pengawasan yang
menyeluruh.
Pengembangan dan
pemanfaatan energi perlu secara bijaksana baik itu untuk keperluan ekspor
maupun penggunaan sendiri di dalam negeri serta kemampuan penyediaan energi
secara strategis dalam jangka panjang. Sebab minyak bumi sumber utama pemakaian
energi yang penggunaannya terus meningkat, sedangkan jumlah persediaannya
terbatas. Karena itu perlu adanya pengembangan sumber-sumber energi lainnya
seperti batu bara, tenaga air, tenaga air, tenaga panas bumi, tenaga matahari,
tenaga nuklir, dan sebagainya.
Pencemaran lingkungan
sebagai akibat pengelolaan pertambangan umumnya disebabkan oleh faktor kimia,
faktor fisik, faktor biologis. Pencemaran lingkungan ini biasanya lebih
daripada di luar pertambangan. Keadaan tanah, air dan udara setempat di tambang
mempunyai pengaruh yang timbal balik dengan lingkungannya. Sebagai contoh
misalnya pencemaran lingkungan oleh CO sangat dipengaruhi oleh keanekaragaman
udara, pencemaran oleh tekanan panas tergantung keadaan suhu, kelembaban dan
aliran udara setempat.
Suatu pertambangan yang
lokasinya jauh dari masyarakat atau daerah industri bila dilihat dari sudut
pencemaran lingkungan lebih menguntungkan daripada bila berada dekat dengan
permukiman masyarakat umum atau daerah industri. Selain itu jenis suatu tambang
juga menentukan jenis dan bahaya yang bisa timbul pada lingkungan. Akibat
pencemaran pertambangan batu bara akan berbeda dengan pencemaran pertambangan
mangan atau pertambangan gas dan minyak bumi. Keracunan mangan akibat menghirup
debu mangan akan menimbulkan gejala sukar tidur, nyeri dan kejang – kejang
otot, ada gerakan tubuh di luar kesadaran, kadang-kadang ada gangguan bicara
dan impotensi.
Melihat ruang lingkup
pembangunan pertambangan yang sangat luas, yaitu mulai dari pemetaan,
eksplorasi, eksploitasi sumber energi dan mineral serta penelitian deposit
bahan galian, pengolahan hasil tambang dan mungkin sampai penggunaan bahan
tambang yang mengakibatkan gangguan pada lingkungan, maka perlu adanya perhatian
dan pengendalian terhadap bahaya pencemaran lingkungan dan perubahan
keseimbangan ekosistem, agar sektor yang sangat vital untuk pembangunan ini
dapat dipertahankan kelestariannya.
Dalam pertambangan dan
pengolahan minyak bumi misalnya mulai eksplorasi, eksploitasi, produksi,
pemurnian, pengolahan, pengangkutan, serta kemudian menjualnya tidak lepas dari
bahaya seperti bahaya kebakaran, pengotoran terhadap lingkungan oleh
bahan-bahan minyak yang mengakibatkan kerusakan flora dan fauna, pencemaran akibat
penggunaan bahan-bahan kimia dan keluarnya gas-gas/ uap-uap ke udara pada
proses pemurnian dan pengolahan.
Dalam rangka menghindari
terjadinya kecelakaan pencemaran lingkungan dan gangguan keseimbangan ekosistem
baik itu berada di lingkungan pertambangan ataupun berada di luar lingkungan
pertambangan, maka perlu adanya pengawasan lingkungan terhadap:
1.
Cara
pengolahan pembangunan dan pertambangan.
2.
Kecelakaan
pertambangan.
3.
Penyehatan
lingkungan pertambangan.
4.
Pencemaran dan
penyakit-penyakit yang mungkin timbul.
1.
Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi tidak
termasuk ke dalam kajian studi AMDAL karena merupakan rangkaian kegiatan survey
dan studi pendahuluan yang dilakukan sebelum berbagai kajian kelayakan
dilakukan. Yang termasuk sebagai kegiatan ini adalah:
·
Pengamatan
melalui udara
·
Survey
geofisika
·
Studi sedimen
di aliran sungai dan
·
Studi geokimia
yang lain,
Diperkirakan lebih dari 2/3 kegiatan ekstraksi bahan
mineral didunia dilakukan dengan pertambangan terbuka. Teknik tambang terbuka
biasanya dilakukan dengan open pit mining, strip mining, dan quarrying,
a.
Open Pit Mining
Penambangan dengan metode
tambang terbuka adalah suatu kegiatan penggalian bahan galian seperti batu
bara, ore (bijih), batu dan sebagainya di mana para pekerja berhubungan
langsung dengan udara luar dan iklim.
Tambang terbuka (open pit
mining) juga disebut dengan open cut mining; adalah metode penambangan yang
dipakai untuk menggali mineral deposit yang ada pada suatu batuan yang berada
atau dekat dengan permukaan.
Metode ini cocok dipakai
untuk ore bodies yang berbentuk horizontal yang memungkinkan produksi tinggi
dengan ongkos rendah. Walaupun “stripping” dan “quarrying” termasuk ke
dalam open pit mining, namun strip mining biasanya dipakai untuk penambangan
batubara dan quarry mining yang berhubungan dengan produksi non-metallic
minerals seperti dimension stone, rock aggregates, dll.
b.
Strip Mining
Dengan menggunakan alat
pengeruk, penggalian dilakukan pada suatu bidang galian yang sempit untuk
mengambil mineral. Setelah mineral diambil, dibuat bidang galian baru di dekat
lokasi galian yang lama. Batuan limbah yang dihasilkan digunakan untuk menutup
lubang yang dihasilkan oleh galian sebelumnya. Teknik tambang seperti ini
biasanya digunakan untuk menggali deposit batu bara yang tipis dan datar yang
terletak di dekat permukaan tanah.
c.
Quarrying
Bertujuan untuk mengambil
batuan ornamen, bahan bangunan seperti pasir, kerikil, batu untuk urugan jalan,
semen, beton dan batuan urugan jalan makadam.
Tambang bawah tanah
digunakan jika zona mineralisasi terletak jauh di dalam tanah sehingga jika
digunakan teknik pertambangan terbuka jumlah batuan penutup yang harus
dipindahkan sangat besar. Produktivitas tambang tertutup 5 sampai 50 kali lebih
rendah dibanding tambang terbuka, karena ukuran alat yang digunakan lebih kecil
dan akses ke dalam lubang tambang lebih terbatas. Kegiatan ekstraksi
menghasilkan limbah dan produk samping dalam jumlah yang sangat banyak. Limbah
utama yang dihasilkan adalah batuan penutup dan limbah batuan. Batuan penutup
(overburden) dan limbah batuan adalah lapisan batuan yang tidak mengandung
mineral, yang menutupi atau berada di antara zona mineralisasi atau batuan yang
mengandung mineral dengan kadar rendah sehingga tidak ekonomis untuk diolah.
Batuan penutup umumnya
terdiri dari tanah permukaan dan vegetasi sedangkan batuan limbah meliputi
batuan yang dipindahkan pada saat pembuatan terowongan, pembukaan dan
eksploitasi singkapan bijih serta batuan yang berada bersamaan dengan singkapan
bijih.
2.
Reklamasi
Setelah Pasca Tambang
a.
Decommissioning
dan Penutupan Tambang
Setelah ditambang selama
masa tertentu cadangan bijih tambang akan menurun dan tambang harus ditutup
karena tidak ekonomis lagi. Karena tidak mempertimbangkan aspek lingkungan,
banyak lokasi tambang yang ditelantarkan dan tidak ada usaha untuk rehabilitasi.
Pada prinsipnya kawasan atau sumber daya alam yang dipengaruhi oleh kegiatan
pertambangan harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif melalui
rehabilitasi.
Tujuan jangka pendek
rehabilitasi adalah membentuk bentang alam (landscape) yang stabil terhadap
erosi. Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi
tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif.
b.
Metode
Pengelolaan Lingkungan
Mengingat besarnya dampak
yang disebabkan oleh aktivitas tambang, diperlukan upaya-upaya pengelolaan yang
terencana dan terukur. Pengelolaan lingkungan di sektor pertambangan biasanya
menganut prinsip Best Management Practice. US EPA (1995) merekomendasikan
beberapa upaya yang dapat digunakan sebagai upaya pengendalian dampak kegiatan
tambang terhadap sumber daya air, vegetasi dan hewan liar. Beberapa upaya
pengendalian tersebut adalah:
1 )
Menggunakan
struktur penahan sedimen untuk meminimalkan jumlah sedimen yang keluar dari
lokasi penambangan
2 )
Mengembangkan
rencana sistim pengendalian tumpahan untuk meminimalkan masuknya bahan B3 ke
badan air
3 )
Hindari
kegiatan konstruksi selama dalam tahap kritis
4 )
Mengurangi
kemungkinan terjadinya keracunan akibat sianida terhadap burung dan hewan liar
dengan menetralisasi sianida di kolam pengendapan tailing atau dengan memasang
pagar dan jaring untuk
5 )
Mencegah hewan
liar masuk ke dalam kolam pengendapan tailing
6 )
Minimalisasi
penggunaan pagar atau pembatas lainnya yang menghalangi jalur migrasi hewan
liar. Jika penggunaan pagar tidak dapat dihindari gunakan terowongan,
pintu-pintu, dan jembatan penyeberangan bagi hewan liar.
7 )
Batasi dampak
yang disebabkan oleh frakmentasi habitat minimalisasi jumlah jalan akses dan
tutup serta rehabilitasi jalan-jalan yang tidak digunakan lagi.
8 )
Larangan
berburu hewan liar di kawasan tambang.
C.
Kecelakaan di
Pertambangan
Berdasarkan Kepmen 555 tahun 1995 tentang keselamatan
dan kesehatan kerja pertambangan umum, kecelakaan tambang harus memenuhi lima
kriteria. Adapun kriteria kecelakaan tambang adalah sebagai berikut:
1.
Benar-benar
terjadi
Bahwa kecelakaan ini memang benar terjadi, dapat
dibuktikan, ada korbannya, dan bukan merupakan kecelakaan yang disengaja
(kriminal). Bagaimana cara mengetahui itu kriminal atau bukan.? Itu tugas
investigator untuk mencari penyebab kecelakaan tersebut, dan jika terbukti ada
unsur kriminal, maka kasus ini dapat dilimpahkan ke pihak kepolisian.
2.
Mengakibatkan
cedera pada pekerja tambang atau orang yang diberi ijin oleh Kepala Teknik
Tambang (KTT).
Agar kecelakaan itu dikategorikan kecelakaan tambang
maka orang yang cedera harus pekerja tambang, jika yang mengalami cedera adalah
orang luar (selain karyawan perusahaan tambang) maka kecelakaan itu tidak dapat
dikategorikan kecelakaan tambang.
Selain pekerja tambang, tamu yang memasuki area
konsesi dan telah mendapat ijin dari KTT jika terjadi kecelakaan yang
mengakibatkan cedera terhadap tamu tersebut dikategorikan kecelakaan tambang.
3.
Akibat
kegiatan usaha pertambangan
Apabila kecelakaan yang menimpa pekerja tambang tidak
terjadi akibat kegiatan usaha pertambangan maka kecelakaan tersebut tidak dapat
dikategorikan menjadi kecelakaan tambang. Sebagai contoh, seorang pekerja
tambang pada saat jam istirahat memancing ikan di kolam dekat tambang dan
tenggelam, maka kecelakaan tersebut tidak bisa dikategorikan kecelakaan
tambang.
4.
Terjadi pada
jam kerja pekerja tambang yang mendapat cedera atau setiap saat orang yang
diberi izin
Suatu kecelakaan dikategorikan kecelakaan tambang jika
terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mengalami cedera. Sebagai contoh :
seorang pekerja tambang (pekerja A) jam kerjanya adalah pukul 07:00 – 17:00
(shift siang), pada saat malam hari pekerja tersebut ikut rekan kerjanya
(pekerja B) mengendarai sarana ke tambang. Pada saat itu terjadi kecelakaan dan
mengakibatkan pekerja tambang A cedera patah tulang, namun pekerja B tidak
mengalami cedera. Maka kecelakaan tersebut tidak bisa dikategorikan kecelakaan
tambang.
5.
Terjadi di
dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek.
Kecelakaan yang dikategorikan kecelakaan tambang harus
terjadi pada wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek. Wilayah
kegiatan usaha pertambangan adalah sesuai dengan luasan yang tertera pada ijin
penambangan (PKP2B, KP, KK, IUJP). Untuk wilayah proyek adalah wilayah di luar
wilayah kegiatan usaha pertambangan, namun masih berkaitan dengan kegiatan pertambangan.
Wilayah proyek ditentukan oleh pemerintah daerah setempat.
Sebagai contoh : kecelakaan terjadi di area pelabuhan
yang mengakibatkan cedera pekerja tambang, selama pelabuhan tersebut mendapat
ijin dari pemerintah daerah untuk jadi wilayah proyek, maka kecelakaan tersebut
dapat dikategorikan kecelakaan tambang.
Yang perlu diingat adalah suatu kecelakaan dapat
dikategorikan menjadi kecelakaan tambang jika memenuhi lima kriteria di atas.
Apabila salah satu tidak memenuhi, maka kecelakaan tersebut bukan kecelakaan
tambang.
Program Lingkungan Sehat
bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui
pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas
sektor berwawasan kesehatan.
Adapun kegiatan pokok untuk
mencapai tujuan tersebut meliputi:
1.
Penyediaan
Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar
2.
Pemeliharaan
dan Pengawasan Kualitas Lingkungan
3.
Pengendalian
dampak risiko lingkungan
4.
Pengembangan
wilayah sehat.
Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan
akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran
swasta dan masyarakat di mana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan
penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu
dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sektor ikut serta berperan
(Perindustrian, KLH, Pertanian, PU dll) baik kebijakan dan pembangunan fisik
dan Departemen Kesehatan sendiri terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan
dampak kesehatan.
Pencemaran lingkungan
adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan
(tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan
kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran
benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya,
dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan
tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003).
Kasus Teluk Buyat (Sulawesi
Utara) dan Minamata (Jepang) adalah contoh kasus keracunan logam berat. Logam
berat yang berasal dari limbah tailing perusahaan tambang serta limbah
penambang tradisional merupakan sebagian besar sumber limbah B3 (bahan
berbahaya dan beracun) yang mencemari lingkungan.
Sebagai contoh, pada
kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih dilakukan dengan
proses amalgamasi di mana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat
emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran logam ini perlu
diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah.
Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan
sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat
pengolahan dan pemurnian emas.
Sedangkan pertambangan
skala besar, tailing yang dihasilkan lebih banyak lagi. Pelaku tambang selalu
mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah, karena jumlahnya
lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai wilayah
konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan penggalian
dimulai dengan mengupas tanah bagian atas (top soil). Top Soil kemudian
disimpan di suatu tempat agar bisa digunakan lagi untuk penghijauan setelah
penambangan. Tahapan selanjutnya adalah menggali batuan yang mengandung mineral
tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke processing plant dan diolah. Pada saat
pemrosesan inilah tailing dihasilkan. Sebagai limbah sisa batuan dalam tanah,
tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang.
Limbah tailing merupakan
produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan pertambangan yang tidak
diperlukan. Tailing hasil penambangan emas biasanya mengandung mineral inert
(tidak aktif). Mineral tersebut antara lain: kwarsa, kalsit dan berbagai jenis
aluminosilikat. Tailing hasil penambangan emas mengandung salah satu atau lebih
bahan berbahaya beracun seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri
(Hg), Sianida (CN) dan lainnya. Sebagian logam-logam yang berada dalam tailing
adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3).
Misalnya, Merkuri adalah
unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini bila bercampur dengan enzim di
dalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan enzim untuk bertindak
sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap
ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit. Karena sifatnya beracun
dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat berbahaya jika terhisap oleh
manusia, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang
kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang terserap dalam tubuh dalam
jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan
oleh senyawa merkuri di antaranya kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat
dan terganggunya sistem syaraf.
Untuk mencapai hal tersebut
di atas, maka diperlukan upaya pendekatan melalui penanganan tailing atau
limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan efisiensi
penggunaan merkuri untuk meningkatkan perolehan (recovery) logamemas.
Sumber:
Sumber:
1. Hamdani,
Riki. 2011. Cara Pengelolaan Pembangunan Pertambangan. https://rikihamdanielektro.wordpress.com/2011/12/12/cara-pengelolaan-pembangunan-pertambangan-2/.
Diakses pada 3 Januari 2016.
2. Hannita.
2011. Cara Pengolahaan Pembangunan Pertambangan. http://hannitacambridge.blogspot.co.id/2011/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_27.html.
Diakses pada 3 Januari 2016.
3. Nababan,
Fredy. 2012. Dampak Negatif Kegiatan Pertambangan. http://marluganababan-electrical.blogspot.co.id/2012/11/dampak-negatif-kegiatan-pertambangan.html.
Diakses pada 3 Januari 2016.
4. Panjaitan.
2011. Tambang Terbuka (Open Pit). http://sipanjaitan.blogspot.co.id/2011/02/tambang-terbuka-open-pit.html.
Diakses pada 3 Januari 2016.
5. http://rizkafauzanul.blogspot.com/2016/01/masalah-lingkungan-dalam-pertambangan.htm
6. Purmaiyasa,
Deopy. 2015. Masalah Lingkungan dalam Pembangunan Pertambangan Energi. http://purmaiyasadeopy.blogspot.co.id/2015/01/masalah-lingkungan-dalam-pembangunan.html.
Diakses pada 3 Januari 2016.
7. Saputra,
Darmawan. 2014. 5 Kriteria Kecelakaan Tambang. http://www.darmawansaputra.com/2014/11/kecelakaan-tambang.html.
Diakses pada 3 Januari 2016.