Pages

Minggu, 12 Juni 2016

Konflik Agama Di Indonesia

KONFLIK AGAMA

   1. Pengertian Konflik Agama
  a. Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
  b. Pengertian Agama
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata ‘agama’ berarti suatu sistem, prinsip kepercayaan terhadap Tuhan (Dewa dsb) dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Kata ‘agama’ dapat juga didefinisikan sebagai perangkat nilai-nilai atau norma-norma ajaran moral spiritual kerohanian yang mendasari dan membimbing hidup dan kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai warga masyarakat.

Jadi, konflik agama dapat diartikan sebagai berikut :

Konflik agama adalah suatu pertikaian antar agama baik antar sesama agama itu sendiri, maupun antar agama satu dengan agama lainnya.
  2. Contoh Konflik Agama
Contoh konflik
a. Tahun 1996, 5 gereja dibakar oleh 10,000 massa di Situbondo karena adanya konflik yang disebabkan oleh kesalahpahaman.
b. Adanya bentrok di kampus Sekolah Tinggi Theologi Injil Arastamar (SETIA) dengan masyarakat setempat hanya karena kesalahpahaman akibat kecurigaan masyarakat setempat terhadap salah seorang mahasiswa SETIA yang dituduh mencuri, dan ketika telah diusut Polisi tidak ditemukan bukti apapun. Ditambah lagi adanya preman provokator yang melempari masjid dan masuk ke asrama putri kampus tersebut. Dan bisa ditebak, akhirnya meluas ke arah agama, ujung-ujungnya pemaksaan penutupan kampus tersebut oleh masyarakat sekitar secara anarkis.
c. Perbedaan pendapat antar kelompok – kelompok Islam seperti FPI (Front Pembela Islam) dan Muhammadiyah.
d. Perbedaan penetapan tanggal hari Idul Fitri, karena perbedaan cara pandang masing – masing umat.
  3. Penyebab Konflik Agama
Sepanjang sejarah agama dapat memberi sumbangsih positif bagi masyarakat dengan memupuk persaudaraan dan semangat kerjasama antar anggota masyarakat. Namun sisi yang lain, agama juga dapat sebagai pemicu konflik antar masyarakat beragama. Ini adalah sisi negatif dari agama dalam mempengaruhi masyarakat Dan hal ini telah terjadi di beberapa tempat di Indonesia.
Pada bagian ini akan diuraikan sebab terjadinya konflik antar masyarakat beragama khususnya yang terjadi di Indonesia dalam perspektif sosiologi agama.
Hendropuspito mengemukakan bahwa paling tidak ada empat hal pokok sebagai sumber konflik sosial yang bersumber dari agama.
Dengan menggunakan kerangka teori Hendropuspito, penulis ingin menyoroti konflik antar kelompok masyarakat Islam - Kristen di Indonesia, dibagi dalam empat hal, yaitu:
A. Perbedaan Doktrin dan Sikap Mental
Semua pihak umat beragama yang sedang terlibat dalam bentrokan masing-masing menyadari bahwa justru perbedaan doktrin itulah yang menjadi penyebab dari benturan itu.
Entah sadar atau tidak, setiap pihak mempunyai gambaran tentang ajaran agamanya, membandingkan dengan ajaran agama lawan, memberikan penilaian atas agama sendiri dan agama lawannya. Dalam skala penilaian yang dibuat (subyektif) nilai tertinggi selalu diberikan kepada agamanya sendiri dan agama sendiri selalu dijadikan kelompok patokan, sedangkan lawan dinilai menurut patokan itu.
Agama Islam dan Kristen di Indonesia, merupakan agama samawi (revealed religion), yang meyakini terbentuk dari wahyu Ilahi Karena itu memiliki rasa superior, sebagai agama yang berasal dari Tuhan.
Di beberapa tempat terjadinya kerusuhan kelompok masyarakat Islam dari aliran sunni atau santri. Bagi golongan sunni, memandang Islam dalam keterkaitan dengan keanggotaan dalam umat, dengan demikian Islam adalah juga hukum dan politik di samping agama. Islam sebagai hubungan pribadi lebih dalam artian pemberlakuan hukum dan oleh sebab itu hubungan pribadi itu tidak boleh mengurangi solidaritas umat, sebagai masyarakat terbaik di hadapan Allah. Dan mereka masih berpikir tentang pembentukan negara dan masyarakat Islam di Indonesia. Kelompok ini begitu agresif, kurang toleran dan terkadang fanatik dan malah menganut garis keras.
Karena itu, faktor perbedaan doktrin dan sikap mental dan kelompok masyarakat Islam dan Kristen punya andil sebagai pemicu konflik.
B. Perbedaan Suku dan Ras Pemeluk Agama
Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan ras dan agama memperlebar jurang permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar kelompok dalam masyarakat.
Contoh di wilayah Indonesia, antara Suku Aceh dan Suku Batak di Sumatera Utara. Suku Aceh yang beragama Islam dan Suku Batak yang beragama Kristen; kedua suku itu hampir selalu hidup dalam ketegangan, bahkan dalam konflik fisik (sering terjadi), yang merugikan ketentraman dan keamanan.
Di beberapa tempat yang terjadi kerusuhan seperti: Situbondo, Tasikmalaya, dan Rengasdengklok, massa yang mengamuk adalah penduduk setempat dari Suku Madura di Jawa Timur, dan Suku Sunda di Jawa Barat. Sedangkan yang menjadi korban keganasan massa adalah kelompok pendatang yang umumnya dari Suku non Jawa dan dari Suku Tionghoa. Jadi, nampaknya perbedaan suku dan ras disertai perbedaan agama ikut memicu terjadinya konflik.
C. Perbedaan Tingkat Kebudayaan
Agama sebagai bagian dari budaya bangsa manusia. Kenyataan membuktikan perbedaan budaya berbagai bangsa di dunia tidak sama. Secara sederhana dapat dibedakan dua kategori budaya dalam masyarakat, yakni budaya tradisional dan budaya modern.
Tempat-tempat terjadinya konflik antar kelompok masyarakat agama Islam - Kristen beberapa waktu yang lalu, nampak perbedaan antara dua kelompok yang konflik itu. Kelompok masyarakat setempat memiliki budaya yang sederhana atau tradisional: sedangkan kaum pendatang memiliki budaya yang lebih maju atau modern. Karena itu bentuk rumah gereja lebih berwajah budaya Barat yang mewah.
Perbedaan budaya dalam kelompok masyarakat yang berbeda agama di suatu tempat atau daerah ternyata sebagai faktor pendorong yang ikut mempengaruhi terciptanya konflik antar kelompok agama di Indonesia.
D. Masalah Mayoritas da Minoritas Golongan Agama
Fenomena konflik sosial mempunyai aneka penyebab. Tetapi dalam masyarakat agama pluralitas penyebab terdekat adalah masalah mayoritas dan minoritas golongan agama.
Di berbagai tempat terjadinya konflik, massa yang mengamuk adalah beragama Islam sebagai kelompok mayoritas; sedangkan kelompok yang ditekan dan mengalami kerugian fisik dan mental adalah orang Kristen yang minoritas di Indonesia. Sehingga nampak kelompok Islam yang mayoritas merasa berkuasa atas daerah yang didiami lebih dari kelompok minoritas yakni orang Kristen. Karena itu, di beberapa tempat orang Kristen sebagai kelompok minoritas sering mengalami kerugian fisik, seperti: pengrusakan dan pembakaran gedung-gedung ibadat.
Terjadinya konflik tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Karena tidak adanya keampuhan Pancasila dan UUD 45 yang selama ini menjadi pedoman bangsa dan negara kita mulai digoyang dengan adanya amandemen UUD 45 dan upaya merubah ideologi negara kita ke ideologi agama tertentu.
2. Kurangnya rasa menghormati baik antar pemeluk agama satu dengan yang lainnya ataupun sesama pemeluk agama.
3. Adanya kesalahpahaman yang timbul karena adanya kurang komunikasi antar pemeluk agama.
Setelah melakukan penelitian dan diskusi lintas agama di Indonesia selama bertahun-tahun, bagi Associated Professor yang merupakan alumni UKSW ini, konflik agama di Indonesia disebabkan oleh; pertama, meningkatnya konservatisme dan fundamentalisme agama. Kedua, keyakinan bahwa hanya ada satu intepretasi dan kebenaran yang absolute. Ketiga, ketidakdewasaan umat beragama. Keempat, kurangnya dialog antaragama. Kelima, kurangnya ruang public dimana orang-orang yang berbeda agama dapat bertemu. Keenam, kehausan akan kekuasaan. Ketujuh, ketidakterpisahan antara agama dan Negara. Kedelapan, ketiadaan kebebasan beragama. Kesembilan, kekerasan agama tidak pernah diadili. Kesepuluh, kemiskinan dan ketidakadilan. Kesebelas, hukum agama lebih diutamakan ketimbang akhlak orang beragama.
4. Penanggulangan Konflik Agama
Agama sebuah keyakinan. Bukan barang mainan. Setiap orang bersedia melakukan apa saja, demi keyakinan agama. Inilah yang harus diperhatikan oleh semua golongan, agar tidak bertindak sewenang-wenang. Karena hanya akan menyulut perang antara agama.
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menangani konflik antar agama :
· Dalam menangani konflik antaragama, jalan terbaik yang bisa dilakukan adalah saling mentautkan hati di antara umat beragama, mempererat persahabatan dengan saling mengenal lebih jauh, serta menumbuhkan kembali kesadaran bahwa setiap agama membawa misi kedamaian.
· Tidak memperkenankan pengelompokan domisili dari kelompok yang sama didaerah atau wilayah yang sama secara eksklusif. Jadi tempat tinggal/domisili atau perkampungan sebaiknya mixed, atau campuran dan tidak mengelompok berdasarkan suku (etnis), agama, atau status sosial ekonomi tertentu.
· Masyarakat pendatang dan masyarakat atau penduduk asli juga harus berbaur
atau membaur atau dibaurkan.
· Segala macam bentuk ketidakadilan struktural agama harus dihilangkan atau
dibuat seminim mungkin.
· Kesenjangan sosial dalam hal agama harus dibuat seminim mungkin, dan sedapat – dapatnya dihapuskan sama sekali.
· Perlu dikembangkan adanya identitas bersama (common identity) misalnya kebangsaan (nasionalisme-Indonesia) agar masyarakat menyadari pentingnya persatuan dalam berbangsa dan bernegara.
Perlu dicari tokoh masyarakat yang dipercaya dan/ atau dihormati oleh pihak-pihak yang berkonflik, untuk berusaha menghentikan konflik (conflict intervention), melalui lobi-lobi, negosiasi, diplomasi. Hal ini merupakanusaha peace making.
Dalam usaha untuk mengembangkan adanya perdamaian yang lestari, atau adanya rekonsiliasi, maka metode yang dipakai oleh pihak ketiga sebaiknya adalah mediasi dan bukan arbitrase. Dalam arbitrase, pihak ketiga (pendamai) yang dipercaya oleh pihak-pihak yang bertentangan/berkonflik itu, setelah mendengarkan masing-masing pihak mengemukakan masalahnya, maka si arbitrator “mengambil keputusan dan memberikan solusi atau penyelesaiannya, yang “harus” ditaati oleh semua pihak yang berkonflik.
Penyelesaian konflik melalui jalan arbitrase mungkin dapat lebih cepat diusahakan, namun biasanya tidak lestari. Apalagi kalau ada pihak yang merasa dirugikan, dikalahkan atau merasa bahwa kepentingannya belum diindahkan.
Sebaliknya, mediasi adalah suatu cara intervensi dalam konflik, di mana mediator (fasilitator) dalam konflik ini juga harus mendapat kepercayaan dari pihak yang berkonflik. Tugas mediator adalah memfasilitasi adanya dialog antara pihak yang berkonflik, sehingga semuanya dapat saling memahami posisi maupun kepentingan dan kebutuhan masing-masing, dan dapat memperhatikan kepentingan bersama.
Jalan keluar atau penyelesaian konflik harus diusulkan oleh atau dari pihak-pihak yang berkonflik. Mediator sama sekali tidak boleh mengusulkan atau memberi jalan keluar/penyelesaian, namun dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membantu pihak-pihak yang berkonflik untuk dapat mengusulkan atau menemukan jalan penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak. Mediator tidak boleh memihak, harus “impartial”, tidak bias, dsb.
Mediator harus juga memperhatikan kepentingan-kepentingan stakeholders, yaitu mereka yang tidak terlibat secara langsung dalam konflik, tetapi juga mempunyai kepentingan-kepentingan dalam atau atas penyelesaian konflik itu. Kalau stakeholders belum diperhatikan kepentingannya atau kebutuhannya, maka konflik akan dapat terjadi lagi, dan akan meluas serta menjadi lebih kompleks dan dapat berlangsung dengan berkepanjangan.
Mengembangkan kegiatan pendamaian itu tidak mudah. Ada beberapa tahapan atau perkembangan yang dapat kita amati yaitu:
a. Peace making (conflict resolution) yaitu memfokuskan pada penyelesaian masalah – masalahnya (isunya: persoalan tanah, adat, harga diri, dsb.) dengan pertama-tama menghentikan kekerasan, bentrok fisik, dll. Waktu yang diperlukan biasanya cukup singkat, antara 1-4 minggu.
b. Peace keeping (conflict management) yaitu menjaga keberlangsungan perdamaian yang telah dicapai dan memfokuskan penyelesaian selanjutnya pada pengembangan/atau pemulihan hubungan (relationship) yang baik antara warga masyarakat yang berkonflik. Untuk itu diperlukan waktu yang cukup panjang, sehingga dapat memakan waktu antara 1-5 tahun.
c. Peace building (conflict transformation). Dalam usaha peace building ini yang menjadi fokus untuk diselesaikan atau diperhatikan adalah perubahan struktur dalam masyarakat yang menimbulkan ketidak-adilan, kecemburuan, kesenjangan, kemiskinan, dsb. Waktu yang diperlukan pun lebih panjang lagi, sekitar 5-15 tahun.
Konflik antarumat beragama itu di Indonesia akhir-akhir ini rupa-rupanya sengaja dibuat atau direkayasa oleh kelompok tertentu atau kekuatan tertentu untuk menjadikan masyarakat tidak stabil. Ketidakstabilan masyarakat ini dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan politis maupun ekonomis, oleh berbagai pihak. Hal ini sangat berbahaya, karena konflik horizontal dapat dimanipulasi menjadi konflik vertikal, sehingga menimbulkan bahaya separatisme dan disintegrasi nasional atau disintegrasi bangsa.
Untuk menghadapi masalah-masalah konflik dengan kekerasan yang melibatkan umat berbagai agama dalam suatu masyarakat, diperlukan sikap terbuka dari semua pihak, dan kemampuan untuk memahami dan mencermati serta menganalisa sumber-sumber konflik. Demikian juga diperlukan adanya saling pengertian dan pemahaman kepentingan masing-masing pihak, agar dapat mengembangkan dan melihat kepentingan bersama yang lebih baik sebagai prioritas, lebih daripada kepentingan masing-masing pihak yang mungkin bertentangan.

Masalah Pendidikan Di Indonesia

Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikandi Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.
Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globslisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan Negara lain.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan di dalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan Negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karana itu, kiata seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di Negara-negara lain.
Setelah kita amati, Nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Ada banyak penyabab mengapa mutu pendidikan di Indonesia, baik pendidikan formal maupun informal, dinilai rendah. Penyebab rendahnya mutu pendidikan yang akan kami paparkan kali ini adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran.

- EFEKTIFITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanak pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dinaggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunya kelebihan di bidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.
Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan di bidang sosial dan dipaksa mangikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.
2.2 EFISIENSI PENGAJARAN DI INDONESIA
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaiman dapat meraih stendar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.
Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak mengambil sitem free cost education. Namun mengapa kita menganggap pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika penghasilan rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan untuk biaya pendidiakan.
Jika kita berbiara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.
Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kami lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan Negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, Karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.
Selain itu, masalah lain efisienfi pengajarn yang akan kami bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.
Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.
Sistem pendidikan yang baik juga berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan juga sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan pendidik dan peserta didik.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.

- STANDARDISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.
Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh masyarakat terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP)
Tinjauan terhadap sandardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengunkapan adanya bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekung oleh standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut.
Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar saja.
Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik.
Banyak hal lain juga yang sebenarnya dapat kami bahas dalam pembahasan sandardisasi pengajaran di Indonesia. Juga permasalahan yang ada di dalamnya, yang tentu lebih banyak, dan membutuhkan penelitian yang lebih dalam lagi
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.

PERMASALAHAN SUMBER DAYA ALAM

Pengambilan Sumber daya Alam secara Ilegal

Eksploitasi terhadap sumber daya alam Indonesia yang dilakukan sejak tahun 1960an telah membawa manfaat ekonomi bagi negara, namun demikian sering terjadi pula kerugian bagi lingkungan hidup serta masyarakat di daerah-daerah yang kaya akan sumberdaya alam, sedemikian rupa sehingga memicu ketegangan sosial dan menimbulkan konflik yang disertai kekerasan. Indonesia perlu mengelola sumberdaya alamnya dengan cara yang lebih adil dan berkelanjutan daripada yang telah dilakukannya di masa lalu.

Eksploitasi terhadap sumber daya seperti kayu dan mineral di masa pemerintahan Presiden Soeharto didominasi oleh perusahaan-perusahaan yang ada hubungannya dengan para elit pada rezim yang berkuasa. Meski secara formal merupakan hal yang sah, eksploitasi tersebut kerap tidak menghiraukan masyarakat serta lingkungan setempat, dan marak dengan korupsi kedinasan dan pelanggaran-pelanggaran. Hal tersebut menciptakan kondisi bagi konflik yang disertai kekerasan pada daerah berhutan seperti Kalimantan Tengah, dimana benturan budaya antara pribumi Dayak dan pendatang asal Madura berakibat pada pembantaian terhadap lebih 500 orang Madura di awal tahun 2001 dan terusirnya ribuan lagi dari daerah tersebut.

Saat ini Indonesia memiliki peluang untuk mengembangkan model bagi pengelolaan sumber daya yang tidak begitu merusak, akan tetapi malah terjadi peningkatan pesat pengambilan sumberdaya secara tidak sah di seluruh negara sejak tahun 1998. Bentuk-bentuk pengambilan ilegal tersebut adalah penebangan kayu, penambangan dan penangkapan ikan, dan itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang melanggar hukum ataupun pelaku “liar” yang bertindak diluar hukum. Kesemuanya itu berakibat pada pengrusakan terhadap lingkungan, pengurangan pendapatan negara, serta timbulnya kemungkinan letusan konflik di masa depan. Dalam kasus penebangan kayu, permasalahannya telah menjadi sedemikian berat sehingga sebagian besar dari hutan Indonesia terancam musnah dalam kurun waktu satu dasawarsa.

Industri sumber daya ilegal dilindungi dan kadangkala bahkan diatur oleh oknum-oknum korup diantara pegawai negeri sipil, aparat keamanan dan legislatif. Industri tersebut memanfaatkan kegundahan rakyat miskin yang merasa tidak ikut menikmati sumberdaya alam di masa Soeharto, akan tetapi sebagaimana pada eksploitasi yang dilegalisir di masa lalu, pada umumnya yang diuntungkan adalah sebuah kalangan kecil pengusaha dan pejabat korup. Oleh karenanya hal tersebut bukan saja merupakan permasalahan lingkungan hidup, melainkan juga menyangkut kepemerintahan dan tindak kejahatan.

Pemerintah Indonesia telah membuat komitmen untuk menanggulangi pengambilan sumberdaya alam secara ilegal, dan dalam kasus penebangan hutan kini mengalami tekanan yang besar dari donor dan pemberi pinjaman di luar negeri serta gerakan LSM di dalam negeri. Meski pejabat yang berwawasan reformasi belum lama berselang telah mencapai berbagai kemajuan, pemerintah masih harus menempuh jalan yang panjang untuk dapat membalikkan arus. Hal tersebut dikarenakan skala geografis dan tingkat kerumitan dari pengambilan sumberdaya yang ilegal, serta terlibatnya banyak pejabat dan anggota legislatif dalam kegiatan ilegal tersebut.

Permasalahannya bersumber pada lembaga negara yang bertanggung jawab untuk mengatur pemanfaatan sumberdaya. Kendati ada beberapa pejabat yang jujur dan berdedikasi, korupsi dan rasa apatis masih marak. Dalam hal keterlibatan aparat keamanan, keuntungan yang diraih dari perdagangan ilegal sumberdaya merupakan sumber utama dana operasional serta harta pribadi. Koordinasi diantara lembaga negara masih lebih sering buruk, dan keadaan ini telah diperumit oleh desentralisasi (otonomi daerah), yang mendorong beberapa pejabat daerah untuk menentang pengarahan dari Jakarta dan bahkan mengenakan pajak atas penebangan dan penambangan liar. Namun demikian masih terlihat secercah harapan, terutama pada sikap lebih tegas yang diunjukkan Departemen Kehutanan terhadap penebang liar.

LSM-LSM dan donor luar negeri telah melakukan kerjasama dengan masyarakat setempat pada beberapa daerah yang kaya sumber daya, untuk membujuk mereka agar tidak ikut serta dalam pengambilan yang tidak berkesinambungan, dengan hasil yang beragam. Beberapa anggota masyarakat menunjukkan kekhawatiran terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh pengambilan semacam itu. Akan tetapi daya tarik untuk meraih keuntungan dengan cepat terasa sangat kuat dan secara meluas belum ada kesadaran mengenai dampak-dampak jangka panjang, yang antara lain bisa menimbulkan erosi dan banjir yang membahayakan dalam hal penebangan, pencemaran yang bersumber dari penambangan, serta menciutnya persediaan ikan akibat penangkapan ikan. Pengaruh pejabat yang korup serta kepentingan pengusaha pada tingkat lokal juga sangat kuat, yang berarti perubahan sikap tidak mungkin terjadi dalam waktu yang singkat.

Selain menindak para pelaku dan pendukung pengambilan sumberdaya secara ilegal, pemerintah juga perlu memperhatikan sumber-sumber permintaan untuk sumberdaya tersebut. Dalam hal perkayuan, ini berarti menciutkan industri perkayuan Indonesia, yang tumbuh sedemikian besar pada peningkatan ekonomi yang terjadi di pertengahan 1990an sehingga pada saat ini industri itu mengkonsumsi kayu dalam jumlah yang lebih besar dari yang dapat dipasok hutan-hutan di Indonesia dengan cara yang sah. Lembaga negara yang melihat industri tersebut semata-mata dari sudut pandang komersial, terutama Departmen Perdagangan dan Industri serta BPPN, perlu menyadari bahwa apabila industri tersebut tidak diperkecil skalanya, maka sumber bahan baku yang tersisa yang berasal dari dalam negeri bisa habis, dengan akibat yang dahsyat.

Negara-negara yang mengkonsumsi sumberdaya asal Indonesia juga sangat bertanggung jawab untuk mencegah impor komoditas yang pengambilannya dilakukan secara ilegal. Dalam kasus perkayuan, pemerintah-pemerintah dan perusahaan di Asia Tenggara, Asia Timur Laut dan dunia Barat kesemuanya harus bertindak lebih banyak lagi. Khususnya Malaysia perlu mematahkan perdagangan lintas perbatasan menyangkut kayu asal Indonesia yang di tebang secara ilegal.

Hanya segelintir pakar percaya bahwa mengakhiri pengambilan sumberdaya secara ilegal di Indonesia merupakan tugas yang mudah ataupun singkat, mengingat skala permasalahannya serta berakarnya secara mendalam pada korupsi kedinasan dan politik patronase. Banyak yang pesimis bahwa arus dapat dibalikkan sebelum terjadi kerusakan yang tidak dapat diperbaiki terhadap hutan-hutan. Namun demikian, upaya pejabat yang reformis serta LSM-LSM setempat memberi isyarat bahwa apabila pemerintah mampu menjalankan kemauan politik yang diperlukan untuk menanggulangi kepentingan terselubung dalam jajarannya, maka sesungguhnya belum terlambat untuk paling tidak mengendalikan skala kerusakan dan melindungi sebagian aset alam di Indonesia bagi generasi mendatang.

Masalah pengembangan sumber daya alam


Potensi sumber daya alam Indonesia seperti sumber daya mineral, sumber daya air, sumber daya pertanian, sumber, dan juga sumber daya energi. Disoroti juga masalah pengembangan sumber daya alam yang dihadapi negara berkembang seperti negara Indonesia, yaitu permasalahan inventarisasi, distribusi, pengumpulan kembali data – data sumber daya alam, permasalahan latihan dan pendidikan – maupun ilmuwan dan teknologi sumber daya alam, masalah lingkungan hidup dalam pengelolaan sumber daya alam, ilmu dan teknologi, perencanaan dan manajemen, peranan modal asing dan pengembangan.

Sumber daya alam adalah bagian keseluruhan jalinan bumi dan tidak berdiri sendiri. Karenanya, perencanaan dan manajemen setiap sumber hanya akan berhasil jika ia merupakan bagian skema pengembangan sumber daya yang direncanakan secara teliti fsn terintegrasi.

Untuk melakukan penyesuaian berbagai faktor diperlukan tingkat fleksibilitas yang tinggi dalam perencanaan sumber daya. Faktor tersebut meliputi ketidakpastian jumlah dan mutu sumber daya alam, pengerahan jumlah modal yang besar, teknologi tepat yang dipakai, kemungkinan pengaruh biaya atas sumber daya alam lain, besarnya manfaat bagi pembangunan regional, serta tersedianya prasarana yang baik.

Dari aspek internasional, di dunia ini gejala saling tergantung  antar-negara untuk pengadaan sumber daya alam sangatlah menonjol karena tidak ada satu negara pun yang memiliki semua sumber daya alam pada teritorinya.

Ketidakmampuan suatu negara untuk mandiri dalam kebutuhan sumber daya alam akan bertambah parah dengan pesatnya kemajuan sosial ekonomi negara itu karena dalam perkembangan yang begitu cepat dibutuhkan lebih banyak sumber daya alam.

Gejala saling tergantung akan berkembang terus, merambah pada pemakaiannya dan merupakan sesuatu yang tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula karena dapat berakibat resesi umum atau keruntuhan ekonomi.
Pengelolaan Sumber Daya Alam


Indonesia memiliki wilayah yang kaya akan sumber daya alam, baik jenis maupun jumlahnya. Menyadari akan hal tersebut, para orang-orang terdahulu telah menerapkan prinsip dasar pengelolaan sumber daya alam dalam konstitusi Negara yang tetap hingga sekarang, yaitu: Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antar pemerintah dan pemerintah daerah antara lain:


1.   Kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak,    budidaya dan pelestarian.
2.   Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
3.   Penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.


Terus menurunnya kondisi hutan. Hutan merupakan salah satu sumber daya yang penting, tidak hanya dalam menunjang perekonomian nasional tetapi juga dalam menjaga daya dukung lingkungan terhadap keseimbangan ekosistem dunia. Di Indonesia tiap tahunnya jumlah hutan diperkirakan berkurang 3-5 % per tahunnya.

Kerusakan DAS (Daerah Aliran Sungai). Praktik penebangan liar dan konversi lahan menimbulkan dampak yang luas, yaitu kerusakan ekosistem dalam tatanan DAS. Kerusakan DAS tersebut juga dipacu oleh pengelolaan DAS yang kurang terkoordinasi antara hulu dan hilir serta kelembagaan yang masih lemah. Hal ini akan mengancam keseimbangan ekosistem secara luas, khususnya cadangan dan pasokan air yang sangat dibutuhkan untuk irigasi, pertanian, industri, dan konsumsi rumah tangga.

Habitat ekosistem pesisir dan laut semakin rusak. Kerusakan habitat ekosistem di wilayah pesisir dan laut semakin meningkat. Rusaknya habitat ekosistem pesisir seperti deforestasi hutan mangrove telah mengakibatkan erosi pantai dan berkurangnya keanekaragaman hayati (biodiversity). Erosi ini juga diperburuk oleh perencanaan tata ruang dan pengembangan wilayah yang kurang tepat. Beberapa kegiatan yang diduga sebagai penyebab terjadinya erosi pantai, antara lain pengambilan pasir laut untuk reklamasi pantai, pembangunan hotel, dan kegiatan- kegiatan lain yang bertujuan untuk memanfaatkan pantai dan perairannya. Sementara itu, laju sedimentasi yang merusak perairan pesisir juga terus meningkat.

Citra pertambangan yang merusak lingkungan. Sifat usaha pertambangan, khususnya tambang terbuka (open pit mining), selalu merubah bentang alam sehingga mempengaruhi ekosistem dan habitat aslinya. Dalam skala besar akan mengganggu keseimbangan fungsi lingkungan hidup dan berdampak buruk bagi kehidupan manusia. Dengan citra semacam ini usaha pertambangan cenderung ditolak masyarakat. Citra ini diperburuk oleh banyaknya pertambangan tanpa ijin (PETI) yang sangat merusak lingkungan.

Dengan permasalahan permasalahan di atas, sasaran pembangunan yang ingin dicapai adalah membaiknya sistem pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi terciptanya keseimbangan antara aspek pemanfaatan sumber daya alam sebagai modal pertumbuhan ekonomi (kontribusi sektor perikanan, kehutanan, pertambangan dan mineral terhadap PDB) dengan aspek perlindungan terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai penopang sistem kehidupan secara luas. Seluruh kegiatannya harus dilandasi tiga pilar pembangunan secara seimbang, yaitu menguntungkan secara ekonomi (economically viable), diterima secara sosial (socially acceptable) dan ramah lingkungan (environmentally sound). Prinsip tersebut harus dijabarkan dalam bentuk instrumen kebijakan dan peraturan perundangan lingkungan yang dapat mendorong investasi pembangunan jangka menengah di seluruh sektor dan bidang yang terkait dengan sasaran pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup.



Kebijakan Nasional dan Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.


Sesuai dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, dalam bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada daerah:
  • Meletakkan daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup.
  • Memerlukan prakarsa lokal dalam mendesain kebijakan.
  • Membangun hubungan interdependensi antar daerah.

Menetapkan pendekatan kewilayahan. Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP No. 25 Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup titik tekannya ada di Daerah, maka kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Program itu mencakup :


1. Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.

Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah.


2. Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam.

Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya, sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif.


3. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup.

Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan.


4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup.

Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan  pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan  berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten.


5. Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup.

Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak - pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan

Kerusakan Lingkungan Hidup di Indonesia dan Penyebabnya

Kerusakan lingkungan hidup di Indonesia semakin hari kian parah. Kondisi tersebut secara langsung telah mengancam kehidupan manusia. Tingkat kerusakan alam pun meningkatkan risiko bencana alam. Penyebab terjadinya kerusakan alam dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu akibat peristiwa alam dan akibat ulah manusia.
Kerusakan lingkungan hidup dapat diartikan sebagai proses deteriorasi atau penurunan mutu (kemunduran) lingkungan. Deteriorasi lingkungan ini ditandai dengan hilangnya sumber daya tanah, air, udara, punahnya flora dan fauna liar, dan kerusakan ekosistem.
Kerusakan lingkungan hidup memberikan dampak langsung bagi kehidupan manusia. Pada tahun 2004, High Level Threat Panel, Challenges and Change PBB, memasukkan degradasi lingkungan sebagai salah satu dari sepuluh ancaman terhadap kemanusiaan. World Risk Report yang dirilis German Alliance for Development Works (Alliance), United Nations University Institute for Environment and Human Security (UNU-EHS) dan The Nature Conservancy (TNC) pada 2012 pun menyebutkan bahwa kerusakan lingkungan menjadi salah satu faktor penting yang menentukan tinggi rendahnya risiko bencana di suatu kawasan.

Penyebab Kerusakan Lingkungan Hidup

Penyebab kerusakan lingkungan hidup secara umum bisa dikategorikan dalam dua faktor yaitu akibat peristiwa alam dan akibat ulah manusia.
Letusan gunung berapi, banjir, abrasi, tanah longsor, angin puting beliung, gempa bumi, dan tsunami merupakan beberapa contoh bencana alam. Bencana-bencana tersebut menjadi penyebab rusaknya lingkungan hidup akibat peristiwa alam. Meskipun jika ditelaah lebih lanjut, bencana seperti banjir, abrasi, kebakaran hutan, dan tanah longsor bisa saja terjadi karena adanya campur tangan manusia juga.
Penyebab kerusakan lingkungan yang kedua adalah akibat ulah manusia. Kerusakan yang disebabkan oleh manusia ini justru lebih besar dibanding kerusakan akibat bencana alam. Ini mengingat kerusakan yang dilakukan bisa terjadi secara terus menerus dan cenderung meningkat. Kerusakan ini umumnya disebabkan oleh aktifitas manusia yang tidak ramah lingkungan seperti perusakan hutan dan alih fungsi hutan, pertambangan, pencemaran udara, air, dan tanah dan lain sebagainya.

Beberapa fakta terkait tingginya kerusakan lingkungan di Indonesia akibat kegiatan manusia antara lain:
  • Laju deforestasi mencapai 1,8 juta hektar/tahun yang mengakibatkan 21% dari 133 juta hektar hutan Indonesia hilang. Hilangnya hutan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan, meningkatkan peristiwa bencana alam, dan terancamnya kelestarian flora dan fauna.
  • 30% dari 2,5 juta hektar terumbu karang di Indonesia mengalami kerusakan. Kerusakan terumbu karang meningkatkan resiko bencana terhadap daerah pesisir, mengancam keanekaragaman hayati laut, dan menurunkan produksi perikanan laut.
  • Tingginya pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, dan pencemaran laut di Indonesia. Bahkan pada 2010, Sungai Citarum pernah dinobatkan sebagai Sungai Paling Tercemar di Dunia oleh situs huffingtonpost.com. World Bank juga menempatkan Jakarta sebagai kota dengan polutan tertinggi ketiga setelah Beijing, New Delhi dan Mexico City.
  • Ratusan tumbuhan dan hewan Indonesia yang langka dan terancam punah. Menurut catatan IUCN Redlist, sebanyak 76 spesies hewan Indonesia dan 127 tumbuhan berada dalam status keterancaman tertinggi yaitu status Critically Endangered (Kritis), serta 205 jenis hewan dan 88 jenis tumbuhan masuk kategori Endangered, serta  557 spesies hewan dan 256 tumbuhan berstatus Vulnerable.


Permasalahan Korupsi yang ada di Indonesia

Masalah korupsi tengah menjadi perbincangan hangat di masyarakat, terutama media massa lokal dan nasional. Maraknya korupsi di Indonesia seakan sulit untuk diberantas dan telah menjadi budaya. Pada dasarnya, korupsi adalah suatu pelanggaran hukum yang kini telah menjadi suatu kebiasaan. Berdasarkan data Transparency International Indonesia, kasus korupsi di Indonesia belum teratasi dengan baik. Indonesia menempati peringkat ke-100 dari 183 negara pada tahun 2011 dalam Indeks Persepsi Korupsi.
Di era demokrasi, korupsi akan mempersulit pencapaian good governance dan pembangunan ekonomi. Terlebih lagi akhir-akhir ini terjadi perebutan kewenangan antara KPK dan Polri. Sebagai institusi yang sama-sama menangani korupsi, seharusnya KPK dan Polri bisa bekerja sama dalam memberantas korupsi. Tumpang tindih kewenangan seharusnya tidak terjadi jika dapat dikoordinasikan secara baik.
Penyebab terjadinya korupsipun bermacam-macam, antara lain masalah ekonomi, yaitu rendahnya penghasilan yang diperoleh jika dibandingkan dengan kebutuhan hidup dan gaya hidup yang konsumtif, budaya memberi tips (uang pelicin), budaya malu yang rendah, sanksi hukum lemah yang tidak mampu menimbulkan efek jera, penerapan hukum yang tidak konsisten dari institusi penegak hukum, dan kurangnya pengawasan hukum.
Dalam upaya pemberantasan korupsi, diperlukan kerja sama semua pihak maupun semua elemen masyarakat, tidak hanya institusi terkait saja. Beberapa institusi yang diberi kewenangan untuk memberantas korupsi, antara lain KPK, Kepolisian, Indonesia Corruption Watch (ICW), Kejaksaan. Adanya KPK merupakan salah satu langkah berani pemerintah dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia.
analisis : adanya kegiatan korupsi di Indonesia menjadi sangat buruk dimata dunia, karena jika satu orang saja yang melakukan korupsi, akan berdampak pada semua warga Indonesia bahkan semua warga Indonesia pun ikut tercemar buruk di mata dunia. Dampaknya yaitu Indonesia menjadi sangat sulit dalam mencapai good governance dan pembangunan ekonomi. Adapun penyebab terjadinya korupsi yang paling banyak adalah masalah ekonomi yang rendah dan lapangan kerja yang minim sehingga membuat mereka memilih melakukan korupsi yang jelas-jelas sangat merugikan masyarakat.

Definisi Kemiskinan, Penyebab, Dampak dan Solusi Mengatasi Kemiskinan

Pengertian Kemiskinan dan Garis Kemiskinan

Kemiskinan secara etimologis berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda dan serba kekurangan. Departemen Sosial dan Biro Pusat Statistik, mendefinisikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos,2002). Dalam konteks politik, John Friedman mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Frank Ellis (dalam suharto,2005) menyatakan bahwa kemiskinan memiliki berbagai dimensi yang menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis. Orang disebut miskin jika dalam kadar tertentu sumber daya ekonomi yang mereka miliki di bawah target atau patokan yang telah ditentukan. Yang dimaksud dengan kemiskinan sosial adalah kurangnya jaringan sosial dan struktur sosial yang mendukung orang untuk mendapatkan kesempatan - kesempatan agar produktivitasnya meningkat. Dapat juga dikatakan bahwa kemiskinan sosial adalah kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat sehingga mencegah dan menghalangi seseorang untuk memanfaatkan kesempatan – kesempatan yang tersedia.
Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama diperbincangkan karena berkaitan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan upaya penanganannya. Dalam Panduan Keluarga Sejahtera (1996: 10) kemiskinan adalah suatu keadaan dimana tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam memenuhi kebutuhannya.
Sedangkan Garis Kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada di negara berkembang.
Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan.
Penyebab Terjadinya Kemiskinan
Pada umumnya penyebab-penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut:
1.      Laju Pertumbuhan Penduduk.
Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat di setiap 10 tahun menurut hasil sensus penduduk. Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesia semakin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.
2.      Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran.
Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atausemua penduduk kesenjangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dikatakan cukup merata.
Pendapatan penduduk yang didapatkan dari hasil pekerjaan yang mereka lakukan relatif tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari sedangkan ada sebagian penduduk di Indonesia mempunyai pendapatan yang berlebih.
3.      Tingkat pendidikan yang rendah.
Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan salah satu penyebab kemiskinan di suatu negara. Ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi terutama industry, jelas sekali dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang mempunyai skill atau paling tidak dapat membaca dan menulis.
4.      Kurangnya perhatian dari pemerintah.
Pemerintah yang kurang peka terhadap laju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi salah satu faktor kemiskinan. Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang mampu mengendalikan tingkat kemiskinan di negaranya.
5.      Distribusi yang tidak merata
Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah
Dampak atau Akibat Kemisikinan

1. Pengangguran merupakan dampak dari kemiskinan, berhubung pendidikan dan keterampilan merupakan hal yang sulit diraih masyarakat, maka masyarakat sulit untuk berkembang dan mencari pekerjaan  yang layak untuk memenuhi kebutuhan. Dikarenakan sulit untuk bekerja, maka tidak adanya pendapatan membuat pemenuhan kebutuhan sulit, kekurangan nutrisi dan kesehatan, dan tak dapat memenuhi kebutuhan penting lainnya. Misalnya saja harga beras yang semakin meningkat, orang yang pengangguran sulit untuk membeli beras, maka mereka makan seadanya. Seorang pengangguran yang tak dapat memberikan makan kepada anaknya akan menjadi dampak yang buruk bagi masa depan sehingga akan mendapat kesulitan untuk waktu yang lama.

2. Kriminalitas merupakan dampak lain dari kemiskinan. Kesulitan mencari nafkah mengakibatkan orang lupa diri sehingga mencari jalan cepat tanpa memedulikan halal atau haramnya uang sebagai alat tukar guna memenuhi kebutuhan. Misalnya saja perampokan, penodongan, pencurian, penipuan, pembegalan, penjambretan dan masih banyak lagi contoh kriminalitas yang bersumber dari kemiskinan. Mereka melakukan itu semua karena kondisi yang sulit mencari penghasilan untuk keberlangsungan hidup dan lupa akan nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan. Di era global dan materialisme seperti sekarang ini tak heran jika kriminalitas terjadi dimanapun.

3. Putusnya sekolah dan kesempatan pendidikan sudah pasti merupakan dampak kemiskinan. Mahalnya biaya pendidikan menyebabkan rakyat miskin putus sekolah karena tak lagi mampu membiayai sekolah. Putus sekolah dan hilangnya kesempatan pendidikan akan menjadi penghambat rakyat miskin dalam menambah keterampilan, menjangkau cita-cita dan mimpi mereka. Ini menyebabkan kemiskinan yang dalam karena hilangnya kesempatan untuk bersaing dengan global dan hilangnya kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak.

4. Kesehatan sulit untuk didapatkan karena kurangnya pemenuhan gizi sehari-hari akibat kemiskinan membuat rakyat miskin sulit menjaga kesehatannya. Belum lagi biaya pengobatan yang mahal di klinik atau rumah sakit yang tidak dapat dijangkau masyarakat miskin. Ini menyebabkan gizi buruk atau banyaknya penyakit yang menyebar.

5. Buruknya generasi penerus adalah dampak yang berbahaya akibat kemiskinan. Jika anak-anak putus sekolah dan bekerja karena terpaksa, maka akan ada gangguan pada anak-anak itu sendiri seperti gangguan pada perkembangan mental, fisik dan cara berfikir mereka. Contohnya adalah anak-anak jalanan yang tak mempunyai tempat tinggal, tidur dijalan, tidak sekolah, mengamen untuk mencari makan dan lain sebagainya. Dampak kemiskinan pada generasi penerus merupakan dampak yang panjang dan buruk karena anak-anak seharusnya mendapatkan hak mereka untuk bahagia, mendapat pendidikan, mendapat nutrisi baik dan lain sebagainya. Ini dapat menyebabkan mereka terjebak dalam kesulitan hingga dewasa dan berdampak pada generasi penerusnya.

Cara Mengatasi Kemiskinan
Penanganan berbagai masalah di atas memerlukan strategi penanggulangan  kemiskinan yang jelas. Pemerintah Indonesia dan berbagai pihak terkait lainnya memiliki sepuluh langkah yang cukup komprehensif dalam penanggulangan kemiskinan. Langkah pertama yang dapat dilakukan oleh pemerintahan adalah menyelesaikan dan mengadaptasikan rancangan strategi penanggulangan kemiskinan yang telah berjalan, dan langkah berikutnya adalah pelaksanaan yang konsisten. Pada tahap kedua inilah pemerintah—pemerintah daerah sering mengalami kegagalan. Berikut ini dijabarkan sepuluh langkah yang dapat diambil dalam mengimplemen-tasikan strategi pengentasan kemiskinan tersebut.
1. Peningkatan fasilitas jalan dan listrik di pedesan. Berbagai pengalaman di China, Vietnam dan juga di Indonesia sendiri menunjukkan bahwa pembangunan jalan di area pedesaan merupakan cara yang efektif dalam mengurangi kemiskinan. Jalan nasional dan jalan provinsi di Indonesia relatif dalam keadaan yang baik. Tetapi, setengah dari jalankabupaten berada dalam kondisi yang buruk.Walaupun berbagai masalah di atas terlihat rumit dalam pelaksanaannya, solusinya dapat terlihat dengan jelas:
(1) Menjalankan program skala besar untuk membangun jalan pedesaan dan di tingkat kabupaten.
(2) Membiayai program di atas melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).
(3) Menjalankan program pekerjaan umum yang bersifat padat karya.
(4) Menjalankan strategi pembangunan fasilitas listrik pada desa-desa yang belum menikmati tenaga listrik
2. Perbaikan Tingkat Kesehatan Melalui Fasilitas Sanitasi Yang Lebih Baik.

Untuk mengatasi hal tersebut ada dua hal yang dapat dilakukan:
(1) Pada sisi permintaan. Pemerintah dapat menjalankan kampanye publik secara nasional untuk meningkatkan kesadaran dalam penggunaan fasilitas sanitasi yang lebih baik. Biaya yang diperlukan untuk kampanye tersebut tidaklah terlalu tinggi, sementara menjanjikan hasil yang cukup baik.
(2) Pada sisi penawaran, tentu saja penyediaan sanitasi harus diperbaiki. Aspek terpenting adalah membiayai investasi di bidang sanitasi yang akan terus meningkat. Dua pilihan yang dapat dilakukan adalah:
(a) mengadakan kesepakatan nasional untuk membahas masalah pembiayaan fasilitas sanitasi dan
(b) mendorong pemerintah lokal untuk membangun fasilitas sanitasi pada tingkat daerah dan kota; misalnya dengan menyediakan DAK untuk pembiayaan sanitasi ataupun dengan menyusun standar pelayanan minimum.
3. Penghapusan Larangan Impor Beras. Larangan impor beras yang diterapkan bukanlah merupakan kebijakan yang tepat dalam membantu petani. Tetapi kebijakan yang merugikan orang miskin. Studi yang baru saja dilakukan menunjukkan bahwa lebih dari 1,5 juta orang masuk dalam kategori miskin akibat dari kebijakan tersebut. Oleh karena beberapa langkah di bawah ini patut mendapat perhatian:
(1) Penghapusan larangan impor beras.
(2) engganti larangan impor dengan bea masuk yang lebih rendah.
(3  Memperbolehkan siapapun untuk melakukan impor.
4. Pembatasan Pajak dan Retribusi Daerah Yang Merugikan Usaha Lokal
Salah satu sumber penghasilan terpenting bagi penduduk miskin di daerah pedesaan adalah wiraswasta dan usaha pendukung pertanian. Oleh karena itu pemerintah dapat berusaha menurunkan beban yangditanggung oleh penduduk miskin dengan cara:
(1) Menggantikan sistem pajak daerah yang berlaku dengan mengeluarkan daftar sumber penghasilan yang boleh dipungut oleh pemerintah daerah.
(2) Menghentikan pungutan pajak dan retribusi daerah yang tidak diperlukan, dengan mengharuskan pemerintah daerah untuk mengadakan pengkajian dampak suatu peraturan sebelum mengeluarkan pungutanbaru.
(3) Menciptakan dan memperbaiki sistem pelayanan satu atap  dan meningkatkan kemampuan serta pemberian insentif pada berbagai elemen pemerintahan daerah. (4) Membentuk sebuah komisi dalam mengawasi pungutan-pungutan liar dan pembayaran yang dilindungi.
5. Pemberian Hak Penggunaan Tanah Bagi Penduduk Miskin.
(1) mepercepat program sertifikasi tanah secara dramatis agar setidaknya mencapai tingkatan yang sama dengan rata-rata negara Asia Timur lainnya.
(2) Mengkaji ulang dan memperbaiki undang-undang pertanahan, kehutanan dan juga pertanian.
(3) Mengkaji kemungkinan redistiribusi tanah milik perusahan negara yangtidak digunakan kepada masyarakat miskin yang tidak memiliki tanah.
(4) Mengakomodasi kepemilikan komunal atas tanah sebagai salah satu  bentuk kepemilikan. Prinsip yang terpenting adalah kepastian dalam penggunaan tanah, bukan hanya pada kepemilikan secara pribadi.
(5) Mendukung adanya penyelesaian masalah pertanahan secara kekeluargaan, disamping membentuk peradilan khusus mengenai masalah pertanahan.
(6) Mempersiapkan peraturan yang menjamin kepastian hukum bagi masyarakat miskin yang tinggal di area perhutanan.
6. Membangun Lembaga-Lembaga Pembiayaan Mikro (LPM) Yang Memberi Manfaat Pada Penduduk Miskin.
Berbagai langkah penting yang dapat diambil untuk meningkatkan akses penduduk miskin atas kredit pembiayaan adalah:
(1) Menyelesaikan rancangan undang-undang mengenai LPM yang memberikan dasar hukum dan kerangka kelembagaan bagi lembaga pembiayaan mikro untuk menghimpun dan menyalurkan dana bagi penduduk miskin.
(2) Membangun hubungan antara sektor perbankan dengan LPM, misalnya dengan memberikan kesempatan bagi BKD untuk menjadi agen untuk bank-bank komersial dalam menghimpun dan menyalurkan dana.
(3) Menghentikan penyaluran bantuan modal dan skema pinjaman yang disubsidi. Dana sebanyak tiga trilliun rupiah yang selama ini disalurkan, dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan lembaga pembiayaan mikro, baik yang formal maupun yang berasal dari inisiatif masyarakat setempat, untuk dapat mengjangkau kalangan yang lebih luas.
(4) Mengesahkan revisi Undang-Undang Koperasi guna memberikan kerangka hukum yang lebih baik untuk pengembangan pembiayaan
7. Perbaikan Atas Kualitas Pendidikan dan Penyediaan Pendidikan Transisi Untuk Sekolah Menengah.
Pemerintah dapat memperbaiki kualitas pendidikan dan mencegah terputusnya pendidikan masyarakat miskin dengan cara:
(1) Membantu pengembangan Manajemen dan pembiayaan pendidikan yang bertumpu pada peran sekolah.
(2)  Menyediakan dana bantuan pendidikan bagi masyarakat miskin.
(3) Mengubah beasiswa Jaring Pengaman Sosial
8. Mengurangi Tingkat Kematian Ibu Pada Saat Persalinan.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk menurunkan angka kematian tersebut, yaitu:
(1) Meluncurkan kampanye nasional untuk meningkatkan kesadaran atas manfaat penanganan medis professional pada saat persalinan, serta periode sebelum dan sesudahnya.
(2) Menyediakan bantuan persalinan gratis bagi penduduk miskin,
(3) Meningkatkan pelatihan bagi bidan desa,
9. Menyediakan Lebih Banyak Dana Untuk Daerah-Daerah Miskin.
Pemberian dana yang terarah dengan baik dapat membantu masalah ini. Untuk memecahkan masalah tersebut, pemerintah dapat melakukan beberapa hal di bawah ini:
(1) Memperbaiki formulasi Dana Alokasi Umum (DAU) agar memungkinkan pemerintah daerah dapat menyediakan pelayanan dasar yang cukup baik. DAU dimaksudkan untuk membantu kesenjangan keuangan antar daerah berdasarkan formula yang memperhitungkan tingkat kemiskinan, luas wilayah, jumlah penduduk, biaya hidup dan kapasitas fiskal.
(2) Meningkatkan pemberian DAK untuk menunjang target program nasional pengentasan kemiskinan. Dana Alokasi Khusus dapat menjadi insentif bagi pemerintah daerah untuk memenuhi target penurunan tingkat kemiskinan.
10. Merancang Perlindungan Sosial Yang Lebih Tepat Sasaran.
Pemerintah dapat meningkatkan bantuan pada masyarakat miskin disamping mengadakan penghematan dengan cara:
(1) Mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM).
(2) Menggunakan tabungan pemerintah yang ada untuk mengembangkan program perlindungan sosial,
(3) Memperbaiki penetapan sasaran agar dapat menyentuh lebih banyak penduduk miskin.
(4) Membentuk gugus tugas yang mengkaji sistem perlindungan sosial.