Pengambilan Sumber daya Alam secara Ilegal
Eksploitasi
terhadap sumber daya alam Indonesia yang dilakukan sejak tahun 1960an telah
membawa manfaat ekonomi bagi negara, namun demikian sering terjadi pula
kerugian bagi lingkungan hidup serta masyarakat di daerah-daerah yang kaya akan
sumberdaya alam, sedemikian rupa sehingga memicu ketegangan sosial dan
menimbulkan konflik yang disertai kekerasan. Indonesia perlu mengelola
sumberdaya alamnya dengan cara yang lebih adil dan berkelanjutan daripada yang
telah dilakukannya di masa lalu.
Eksploitasi
terhadap sumber daya seperti kayu dan mineral di masa pemerintahan Presiden
Soeharto didominasi oleh perusahaan-perusahaan yang ada hubungannya dengan para
elit pada rezim yang berkuasa. Meski secara formal merupakan hal yang sah,
eksploitasi tersebut kerap tidak menghiraukan masyarakat serta lingkungan
setempat, dan marak dengan korupsi kedinasan dan pelanggaran-pelanggaran. Hal
tersebut menciptakan kondisi bagi konflik yang disertai kekerasan pada daerah
berhutan seperti Kalimantan Tengah, dimana benturan budaya antara pribumi Dayak
dan pendatang asal Madura berakibat pada pembantaian terhadap lebih 500 orang
Madura di awal tahun 2001 dan terusirnya ribuan lagi dari daerah tersebut.
Saat ini Indonesia
memiliki peluang untuk mengembangkan model bagi pengelolaan sumber daya yang
tidak begitu merusak, akan tetapi malah terjadi peningkatan pesat pengambilan
sumberdaya secara tidak sah di seluruh negara sejak tahun 1998. Bentuk-bentuk
pengambilan ilegal tersebut adalah penebangan kayu, penambangan dan penangkapan
ikan, dan itu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang melanggar hukum ataupun
pelaku “liar” yang bertindak diluar hukum. Kesemuanya itu berakibat pada
pengrusakan terhadap lingkungan, pengurangan pendapatan negara, serta timbulnya
kemungkinan letusan konflik di masa depan. Dalam kasus penebangan kayu,
permasalahannya telah menjadi sedemikian berat sehingga sebagian besar dari
hutan Indonesia terancam musnah dalam kurun waktu satu dasawarsa.
Industri sumber daya
ilegal dilindungi dan kadangkala bahkan diatur oleh oknum-oknum korup diantara
pegawai negeri sipil, aparat keamanan dan legislatif. Industri tersebut
memanfaatkan kegundahan rakyat miskin yang merasa tidak ikut menikmati
sumberdaya alam di masa Soeharto, akan tetapi sebagaimana pada eksploitasi yang
dilegalisir di masa lalu, pada umumnya yang diuntungkan adalah sebuah kalangan
kecil pengusaha dan pejabat korup. Oleh karenanya hal tersebut bukan saja
merupakan permasalahan lingkungan hidup, melainkan juga menyangkut kepemerintahan
dan tindak kejahatan.
Pemerintah
Indonesia telah membuat komitmen untuk menanggulangi pengambilan sumberdaya
alam secara ilegal, dan dalam kasus penebangan hutan kini mengalami tekanan
yang besar dari donor dan pemberi pinjaman di luar negeri serta gerakan LSM di
dalam negeri. Meski pejabat yang berwawasan reformasi belum lama berselang
telah mencapai berbagai kemajuan, pemerintah masih harus menempuh jalan yang
panjang untuk dapat membalikkan arus. Hal tersebut dikarenakan skala geografis
dan tingkat kerumitan dari pengambilan sumberdaya yang ilegal, serta
terlibatnya banyak pejabat dan anggota legislatif dalam kegiatan ilegal
tersebut.
Permasalahannya
bersumber pada lembaga negara yang bertanggung jawab untuk mengatur pemanfaatan
sumberdaya. Kendati ada beberapa pejabat yang jujur dan berdedikasi, korupsi
dan rasa apatis masih marak. Dalam hal keterlibatan aparat keamanan, keuntungan
yang diraih dari perdagangan ilegal sumberdaya merupakan sumber utama dana
operasional serta harta pribadi. Koordinasi diantara lembaga negara masih lebih
sering buruk, dan keadaan ini telah diperumit oleh desentralisasi (otonomi
daerah), yang mendorong beberapa pejabat daerah untuk menentang pengarahan dari
Jakarta dan bahkan mengenakan pajak atas penebangan dan penambangan liar. Namun
demikian masih terlihat secercah harapan, terutama pada sikap lebih tegas yang
diunjukkan Departemen Kehutanan terhadap penebang liar.
LSM-LSM dan donor
luar negeri telah melakukan kerjasama dengan masyarakat setempat pada beberapa
daerah yang kaya sumber daya, untuk membujuk mereka agar tidak ikut serta dalam
pengambilan yang tidak berkesinambungan, dengan hasil yang beragam. Beberapa
anggota masyarakat menunjukkan kekhawatiran terhadap dampak negatif yang
ditimbulkan oleh pengambilan semacam itu. Akan tetapi daya tarik untuk meraih
keuntungan dengan cepat terasa sangat kuat dan secara meluas belum ada
kesadaran mengenai dampak-dampak jangka panjang, yang antara lain bisa
menimbulkan erosi dan banjir yang membahayakan dalam hal penebangan, pencemaran
yang bersumber dari penambangan, serta menciutnya persediaan ikan akibat
penangkapan ikan. Pengaruh pejabat yang korup serta kepentingan pengusaha pada
tingkat lokal juga sangat kuat, yang berarti perubahan sikap tidak mungkin
terjadi dalam waktu yang singkat.
Selain menindak
para pelaku dan pendukung pengambilan sumberdaya secara ilegal, pemerintah juga
perlu memperhatikan sumber-sumber permintaan untuk sumberdaya tersebut. Dalam
hal perkayuan, ini berarti menciutkan industri perkayuan Indonesia, yang tumbuh
sedemikian besar pada peningkatan ekonomi yang terjadi di pertengahan 1990an
sehingga pada saat ini industri itu mengkonsumsi kayu dalam jumlah yang lebih
besar dari yang dapat dipasok hutan-hutan di Indonesia dengan cara yang sah.
Lembaga negara yang melihat industri tersebut semata-mata dari sudut pandang
komersial, terutama Departmen Perdagangan dan Industri serta BPPN, perlu
menyadari bahwa apabila industri tersebut tidak diperkecil skalanya, maka
sumber bahan baku yang tersisa yang berasal dari dalam negeri bisa habis,
dengan akibat yang dahsyat.
Negara-negara yang
mengkonsumsi sumberdaya asal Indonesia juga sangat bertanggung jawab untuk
mencegah impor komoditas yang pengambilannya dilakukan secara ilegal. Dalam
kasus perkayuan, pemerintah-pemerintah dan perusahaan di Asia Tenggara, Asia
Timur Laut dan dunia Barat kesemuanya harus bertindak lebih banyak lagi.
Khususnya Malaysia perlu mematahkan perdagangan lintas perbatasan menyangkut
kayu asal Indonesia yang di tebang secara ilegal.
Hanya segelintir
pakar percaya bahwa mengakhiri pengambilan sumberdaya secara ilegal di
Indonesia merupakan tugas yang mudah ataupun singkat, mengingat skala
permasalahannya serta berakarnya secara mendalam pada korupsi kedinasan dan
politik patronase. Banyak yang pesimis bahwa arus dapat dibalikkan sebelum
terjadi kerusakan yang tidak dapat diperbaiki terhadap hutan-hutan. Namun
demikian, upaya pejabat yang reformis serta LSM-LSM setempat memberi isyarat
bahwa apabila pemerintah mampu menjalankan kemauan politik yang diperlukan
untuk menanggulangi kepentingan terselubung dalam jajarannya, maka sesungguhnya
belum terlambat untuk paling tidak mengendalikan skala kerusakan dan melindungi
sebagian aset alam di Indonesia bagi generasi mendatang.
Masalah pengembangan sumber daya alam
Potensi sumber
daya alam Indonesia seperti sumber daya mineral, sumber daya air, sumber daya
pertanian, sumber, dan juga sumber daya energi. Disoroti juga masalah
pengembangan sumber daya alam yang dihadapi negara berkembang seperti negara
Indonesia, yaitu permasalahan inventarisasi, distribusi, pengumpulan kembali
data – data sumber daya alam, permasalahan latihan dan pendidikan – maupun
ilmuwan dan teknologi sumber daya alam, masalah lingkungan
hidup dalam pengelolaan sumber daya alam, ilmu dan teknologi, perencanaan dan
manajemen, peranan modal asing dan pengembangan.
Sumber daya alam
adalah bagian keseluruhan jalinan bumi dan tidak berdiri sendiri. Karenanya,
perencanaan dan manajemen setiap sumber hanya akan berhasil jika ia merupakan
bagian skema pengembangan sumber daya yang direncanakan secara teliti fsn
terintegrasi.
Untuk melakukan
penyesuaian berbagai faktor diperlukan tingkat fleksibilitas yang tinggi dalam
perencanaan sumber daya. Faktor tersebut meliputi ketidakpastian jumlah dan
mutu sumber daya alam, pengerahan jumlah modal yang besar, teknologi tepat yang
dipakai, kemungkinan pengaruh biaya atas sumber daya alam lain, besarnya
manfaat bagi pembangunan regional, serta tersedianya prasarana yang baik.
Dari aspek
internasional, di dunia ini gejala saling tergantung antar-negara untuk pengadaan sumber daya alam
sangatlah menonjol karena tidak ada satu negara pun yang memiliki semua sumber
daya alam pada teritorinya.
Ketidakmampuan
suatu negara untuk mandiri dalam kebutuhan sumber daya alam akan bertambah
parah dengan pesatnya kemajuan sosial ekonomi negara itu karena dalam
perkembangan yang begitu cepat dibutuhkan lebih banyak sumber daya alam.
Gejala saling
tergantung akan berkembang terus, merambah pada pemakaiannya dan merupakan
sesuatu yang tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula karena dapat
berakibat resesi umum atau keruntuhan ekonomi.
Pengelolaan Sumber Daya Alam
Indonesia memiliki
wilayah yang kaya akan sumber daya alam, baik jenis maupun jumlahnya. Menyadari
akan hal tersebut, para orang-orang terdahulu telah menerapkan prinsip dasar
pengelolaan sumber daya alam dalam konstitusi Negara yang tetap hingga
sekarang, yaitu: Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Hubungan
dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antar
pemerintah dan pemerintah daerah antara lain:
Terus menurunnya
kondisi hutan. Hutan merupakan salah satu sumber daya yang penting, tidak hanya
dalam menunjang perekonomian nasional tetapi juga dalam menjaga daya dukung
lingkungan terhadap keseimbangan ekosistem dunia. Di Indonesia tiap tahunnya
jumlah hutan diperkirakan berkurang 3-5 % per tahunnya.
Kerusakan DAS
(Daerah Aliran Sungai). Praktik penebangan liar dan konversi lahan menimbulkan
dampak yang luas, yaitu kerusakan ekosistem dalam tatanan DAS. Kerusakan DAS
tersebut juga dipacu oleh pengelolaan DAS yang kurang terkoordinasi antara hulu
dan hilir serta kelembagaan yang masih lemah. Hal ini akan mengancam
keseimbangan ekosistem secara luas, khususnya cadangan dan pasokan air yang
sangat dibutuhkan untuk irigasi, pertanian, industri, dan konsumsi rumah
tangga.
Habitat ekosistem pesisir dan laut semakin rusak. Kerusakan habitat ekosistem di wilayah pesisir dan laut semakin meningkat. Rusaknya habitat ekosistem pesisir seperti deforestasi hutan mangrove telah mengakibatkan erosi pantai dan berkurangnya keanekaragaman hayati (biodiversity). Erosi ini juga diperburuk oleh perencanaan tata ruang dan pengembangan wilayah yang kurang tepat. Beberapa kegiatan yang diduga sebagai penyebab terjadinya erosi pantai, antara lain pengambilan pasir laut untuk reklamasi pantai, pembangunan hotel, dan kegiatan- kegiatan lain yang bertujuan untuk memanfaatkan pantai dan perairannya. Sementara itu, laju sedimentasi yang merusak perairan pesisir juga terus meningkat.
Citra pertambangan yang merusak lingkungan. Sifat usaha pertambangan, khususnya tambang terbuka (open pit mining), selalu merubah bentang alam sehingga mempengaruhi ekosistem dan habitat aslinya. Dalam skala besar akan mengganggu keseimbangan fungsi lingkungan hidup dan berdampak buruk bagi kehidupan manusia. Dengan citra semacam ini usaha pertambangan cenderung ditolak masyarakat. Citra ini diperburuk oleh banyaknya pertambangan tanpa ijin (PETI) yang sangat merusak lingkungan.
Dengan permasalahan permasalahan di atas, sasaran pembangunan yang ingin dicapai adalah membaiknya sistem pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi terciptanya keseimbangan antara aspek pemanfaatan sumber daya alam sebagai modal pertumbuhan ekonomi (kontribusi sektor perikanan, kehutanan, pertambangan dan mineral terhadap PDB) dengan aspek perlindungan terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai penopang sistem kehidupan secara luas. Seluruh kegiatannya harus dilandasi tiga pilar pembangunan secara seimbang, yaitu menguntungkan secara ekonomi (economically viable), diterima secara sosial (socially acceptable) dan ramah lingkungan (environmentally sound). Prinsip tersebut harus dijabarkan dalam bentuk instrumen kebijakan dan peraturan perundangan lingkungan yang dapat mendorong investasi pembangunan jangka menengah di seluruh sektor dan bidang yang terkait dengan sasaran pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Kebijakan
Nasional dan Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sesuai dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, dalam bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada daerah:
- Meletakkan daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup.
- Memerlukan prakarsa lokal dalam mendesain kebijakan.
- Membangun hubungan interdependensi antar daerah.
Menetapkan pendekatan kewilayahan. Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP No. 25 Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup titik tekannya ada di Daerah, maka kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Program itu mencakup :
1. Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah.
Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya, sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah terlindunginya kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif.
Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten.
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak - pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar